Paradoks Teknologi Canggih AI dan Sisi Gelap Naif Dunia ChatGPT
Disaat semua orang berbondong-bondong mengajak ke AI/ChatGPT/Gemini dll, baca dulu ini agar tahu bagaimana mereka punya sisi lebih membahayakan daripada Sosial Media.
Kamu mungkin berpikir, ketika semua dunia keras kepadamu, merasa tidak adil dan tidak ada yang peduli dengan kamu, lalu kamu mengetik dalam sebuah kolom, dia menjawab dengan cepat, hadir dengan baik, ramah, dan selalu ada untuk mendukungmu.
Tahukah kamu? Mungkin itu keren untuk saat ini, tapi justru di situ ada seni untuk menjebakmu dalam delusi dan rasa nyaman. Otak akan merasakan ketagihan karena kamu merasa dia hidup dan ada buatmu, lalu kamu terbuai dan dialah orang yang kamu percaya satu-satunya.
Fenomena ini bukan sekadar perasaan semu. Penelitian dari University of Chicago menunjukkan bahwa interaksi dengan AI yang bersifat personal dapat memicu respons dopamin di otak, sama seperti kecanduan media sosial atau bahkan narkoba ringan. Dopamin ini adalah zat kimia yang membuatmu merasa senang dan ingin mengulangi pengalaman tersebut. Akibatnya, kamu bisa menjadi tergantung secara emosional dan mental.
Ketergantungan ini berpotensi membuatmu enggan berjuang lebih keras, malas membaca buku, dan lebih memilih hasil instan yang diberikan oleh AI daripada proses belajar yang panjang dan penuh tantangan. Sebuah studi dari Stanford University menemukan bahwa kemudahan akses informasi tanpa proses berpikir kritis bisa menurunkan kemampuan kognitif jangka panjang.
Lama-kelamaan, otak kamu bisa menjadi lebih menurun daripada sebelumnya — bukannya berkembang. Ini adalah paradoks teknologi canggih yang justru merusak fungsi kognitif kita.
Mereka, teknologi ini, sebenarnya sedang mendoktrin untuk menciptakan generasi yang tidak lebih pintar dari generasi sebelumnya. Dengan menyediakan jawaban instan dan nyaman, mereka mematikan keingintahuan dan kemampuan berpikir kritis manusia.
Jadi, sebelum kamu terlalu nyaman dan terbuai, pikirkan baik-baik. Apakah kamu sedang menggunakan teknologi ini sebagai alat bantu atau justru dimanfaatkan teknologi?
Leave a Reply